Monumen Gajah Siwo Mergo Gunung Sugih Ekspresikan Kearifan Lokal
![]() |
Monumen Gajah Siwo Mego, Gunung Sugih Lampung Tengah | dok. Berandadesa.com |
Lampung Tengah, Berandadesa.com - Sebelum lebih jauh membahas Monumen Gajah Siwo Mergo di Gunung Sugih, ada baiknya kita mengerti apa yang dimaksud monumen itu sendiri.
Monumen sebagai salah satu bentuk bangunan arsitektur, merupakan ekspresi jati diri suatu kota yang disebut sebagai faktor kunci dalam penciptaan rasa harga diri dan jati diri atau identitas, sebagai pengejawantahan dari kesinambungan masalalu, masa kini dan masa mendatang, Sidartha, 1986 dikutip dari e-journal.uajy.ac.id, Selasa 05 Februari 2019.
Pernyataan di atas sedikitnya memberikan gambaran, mengapa
disetiap kota besar maupun kota/kabupaten di Indonesia selalu terdapat berbagai monumen. Baik yang
sifatnya sebagai monumen peringatan hari bersejarah ataupun sebagai gambaran
identitas daerah itu sendiri, seperti adat istiadat, budaya, dan gambaran prestasi
yang telah dicapai maupun yang ingin dicapai oleh daerah yang bersangkutan.
Selain Monumen Gajah Siwo Mergo di Gunung Sugih, di
tempat lain seperti di Kabupaten Pringsewu, terdapat beberapa tugu atau monumen yang
keberadaannya diambil dari unsur adat, sejarah, dan prestasi yang ada di daerah
Pringsewu itu sendiri. Seperti yang saya tulis dalam sebuah artikel yang berjudul
Makna Tiga Ikon Di Kabupaten Pringsewu.
Baca juga Makna Tiga Ikon Kabupaten Pringsewu
Terlepas
dari itu, kali ini saya ingin menulusuri mengenai makna yang tersirat di Monumen
Gajah Siwo Mergo, yang lokasinya berada di Kecamatan
Gunung Sugih, berdampingan dengan kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN)
Kabupaten Lampung Tengah.
Gajah
Siwo Mergo, awalnya saya mengira nama itu disesuaikan dengan patung gajah
yang berjumlahnya sembilan (Gajah Siwo). Namun, untuk memastikan itu semua saya coba mencari
informasi lebih jauh. Kebetulan salah satu kolega ada yang keturunan suku Lampung,
yang menurut pengakuannya bermarga Selagai.
Saat
dikonfirmasi mengenai lokasi dan keberadaan Monumen Gajah Siwo Mergo, dirinya mengetahui
jika monumen ini berada di Gunung Sugih. Dengan penuh harap semoga teman ini, yang
oleh orang tuanya diberi nama Liza Putri atau teman-temannya akrab menyapa Putri tidak hanya sebatas tahu lokasinya saja.
Lebih
lanjut saya bertanya, “Sebetulnya apa arti dari Gajah Siwo Mego itu sendiri, Put?” menurutnya Gajah Siwo Mergo
itu Sembilan marga Lampung Abung. “Siwo,
Sembilan dan Mego, Marga,” ucapnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kesembilan Marga Lampung Abung semuanya memiliki pertalian keluarga, empat marga
bersaudara kandung dan lima marga lainnya saudara Seangkenan. Seangkenan itu
diambil dari adik paman atau keponakan paman yang sudah diangkat sebagai anak.
Abung Siwo Migo sendiri menurutnya tersebar dari Guning Sugih, (Lampung Tengah) sampai Kota Bumi, (Lampung Utara) dan Abung Siwo Migo itu sendiri masih ada sampai sekarang.
Abung Siwo Migo sendiri menurutnya tersebar dari Guning Sugih, (Lampung Tengah) sampai Kota Bumi, (Lampung Utara) dan Abung Siwo Migo itu sendiri masih ada sampai sekarang.
Dan
ia pun sempat menyampaikan pendapatnya mengenai pemberian nama monumen tersebut. Menurutnya Monumen Gajah Siwo Mego itu seharusnya
Abung Siwo Mego. “Seharusnya Abung Siwo Migo, gajah itu diambil karena gajah
kan terkenal di Lampung,” tegas Putri saat dihubungi melalui akun instagram pribadinya.
Di
lokasi yang berbeda, M. Fadly Putra yang mengaku silsilah keluarganya asli suku
Lampung di Padangratu menyebutkan bahwa Siwo Mego itu merupakan kelompok marga
besar yang terdiri dari sembilan marga.
“Siwo
Mego itu terdiri dari sembilan marga, Subing, Unyi, Unyai, Anak Tuha, Buay
Nuban, Buay Beliyuk, Buay Nyerupo, Buay Selagai, dan Buay Kunang, yang umumnya banyak
berdomisili di Lampung Tengah,” tutur Fadly, Senin 4 Februari 2019, di
kediamannya Kalirejo, Lampung Tengah.
Saat
dimintai tanggapannya mengenai pembangunan monumen Gajah Siwo Migo yang
mengangkat kearifan lokal daerah Lampung, Putri menjelaskan bahwa arsitektur
yang tergambar pada monumen tersebut menjelaskan keberadaan Marga Abung Siwo
Migo di Lampung Tengah, dan makna dari sembilan gajah yang menarik kereta itu
kesemuanya saling berkaitan dan bekerjasama.
Dan Patung orang berdiri di kereta menggambarkan seorang Raja atau pemimpin. Jadi kesembilannya itu tidak akan pernah maju kalo tidak saling bekerjasama satu sama lain, itu simbolisnya, tutur Putri diakhir penjelasannya.
Dan Patung orang berdiri di kereta menggambarkan seorang Raja atau pemimpin. Jadi kesembilannya itu tidak akan pernah maju kalo tidak saling bekerjasama satu sama lain, itu simbolisnya, tutur Putri diakhir penjelasannya.
Baca juga Makna Tugu Pengantin Adat Pepadun dan Saibatin di Pesawaran
Sedangkan Payung yang menyertai monumen tersebut bernama Payung
Agung. Dalam bukunya Hadikusuma, dkk yang berjudul Adat Istiadat Daerah Lampung, Payung Agung adalah tanda kebesaran raja adat, terbuat dari
bahan kain berwarna untuk payung dan bergagang kayu bulat yang berhias tatah.
Di daerah pesisir (peminggir) masing-masing Sebatin (kepala adat) mempunyai warna sendiri yang bermacam-macam. Di daerah adat Pepadun (Pedalaman) hanya tiga warna, yaitu putih untuk punyimbang (kepaka adat) Marga atau Punyimbang Bumi. Kuning untuk Punyimbang Tiyuh, dan merah untuk Punyimbang Suku. Payung ini hanya dipakai dan dikembangkan pada upacara adat besar.
Di daerah pesisir (peminggir) masing-masing Sebatin (kepala adat) mempunyai warna sendiri yang bermacam-macam. Di daerah adat Pepadun (Pedalaman) hanya tiga warna, yaitu putih untuk punyimbang (kepaka adat) Marga atau Punyimbang Bumi. Kuning untuk Punyimbang Tiyuh, dan merah untuk Punyimbang Suku. Payung ini hanya dipakai dan dikembangkan pada upacara adat besar.
Penulis:
Barnas Rasmana